Nama
Kelompok :
- Dara Harum
A (21215596)
- Lisa
Oktaviani (23215848)
- Rachelcy
Gracia (25215486)
Kelas :
1EB21
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah dapat diartikan
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat.
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi
tuntutan globalisasi yang mau tidak mau, suka tidak suka daerah harus lebih
diberdayakan dengan cara daerah diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata
dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
1. Undang-Undang Otonomi Daerah
UU
otonomi daerah merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai
bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di
Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum
dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
Perubahan UU Otonomi Daerah
Pada tahap selanjutnya UU otonomi daerah ini mendapatkan kritik dan masukan untuk lebih disempurnakan lagi. Ada banyak kritik dan masukan yang disampaikan sehingga dilakukan judicial review terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otonomi daerah. Dengan terjadinya judicial review maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ini juga diikuti pula dengan perubahan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai otonomi daerah yang berfungsi sebagai pelengkap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah.
Sesungguhnya UU otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan setelah disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Namun perubahan tersebut meskipun penting namun tidak bersifat substansial dan tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah karena hanya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Sejak Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disahkan menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2977).
Selanjutnya dilakukan lagi perubahan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
2. Pertumbuhan
penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah
Secara
sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk
menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan
dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun
pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi
pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD.Perubahan atas setiap komponen APBD
memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk
perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk
alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan
berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi
salah satu alasan utama merngapa perubahan APBD dilakukan.
Perubahan
atas pendapatan, terutama
PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan,
khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga
memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran
pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena
beberapa sebab, diantaranya karena:
(a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada
saat penyusunan anggaran.
(b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi
daerah
(c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan
terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa
perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
- Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.
- Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.
- Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.
Dalam
rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, PAD seharusnya merupakan sumber
utama keuangan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan,
sedangkan kekurangan pendanaan ditunjang dari dana perimbangan. Namun dalam
kenyataannya, dana perimbangan merupakan sumber dana utama pemerintah daerah.
Untuk mengetahui tujuan dari peranan pendapatan ini
adalah :
- Untuk mengetahui peranan PAD sebagai sumber penerimaan dalam pembiayaan APBD .
- Untuk mengetahui peranan DAU sebagai sumber penerimaan dalam pembiayaan APBD.
- Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
- Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
- Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah dalam hal mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
- Peranan PAD dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata pertahunya 7,49 persen dengan adanya peningkatan kontribusi di tiap tahunya yaitu tertinggi pada tahun 2011 dengan kontribusi sebesar 9,37 persen.
- Peranan DAU dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata pertahunya 66,38 persen.
Hal
ini mengindikasikan bahwa pemerintah lebih banyak menggunakan DAU
daripada PAD untuk belanja daerah. Secara umum kebijakan peningkatan Pendapatan
Asli Daerah dari sektor pajak yang dilakukan oleh pemerintah merupakan
kebijakan dalam bentuk intensifikasi.
Sedangkan kendala yang dihadapi pemerintah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah antara lain masih rendahnya tingkat
kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak daerah maupun retribusi daerah. Usaha
pemerintah dalam hal mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah
dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
Saran dalam penelitian ini adalah hendaknya
pemerintah perlu melakukan penyempurnaan pengelolaan pajak dan retribusi
daerah yang berkaitan dengan perencanaan, sistem dan prosedur pelaksanaan
pemungutan pelaporan dan pengawasan serta koordinasi antar instansi pengelola
PAD.
4. Pembangunan ekonomi regional
Perkembangan teori ekonomi
pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya
perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi
pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow
yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi
Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan
data-data daerah.
Faktor yang
menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional
ü Keuntungan Lokasi
ü Aglomerasi Migra
ü Arus lalu lintas modal antar
wilayah.
Masalah pokok dalam pembangunan
ekonomi daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang
didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan, dengan menggunakan potensi
sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal. Pembangunan
ekonomi daerah merupakan suatu proses yaitu proses yang mencakup pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan pengembangan
pertusahaan-perusahaan baru. Tujuan utama ekonomi daerah/regional adalah untuk
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Referensi:
4. Faktor-faktor Penyebab
ketimpangan
Berikut beberapa faktor utama
penyebab terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam satu wilayah Negara :
1. Konsentrasi
Kegiatan ekonomi, Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang
rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
2. Alokasi
Investasi, Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi
investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari
dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa
kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya
kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur.
3. Mobilitas antar Faktor
Produksi yang Rendah antar Daerah , Kehadiran buruh migran kelas
bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi
migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera,
lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori
Marxist: naik kelas). Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya
membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian
lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat
substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di
atasnya.
4. Perbedaan SDA
antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa
pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya
lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya sampai
dengan tingkat tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA
dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Dalam proses pemulihan ekonomi
nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan
memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya
akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri.
5. Perbedaan Kondisi
Demografis antar Provinsi, Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah
berbeda-beda.
6. Kurang Lancarnya Perdagangan antar
Provinsi ,Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut disebabkan
karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.
Pembangunan Indonesia
Bagian Timur
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan
sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar
yang ada di wilayah negara kita. Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah
ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada
aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini.
Komoditas yang menjadi
unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector
perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan
besar bagi pendapatan nasional.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut
lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan
kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan
daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan
transportasi darat.
Pembangunan jalan di
pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau
ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di
wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal
ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya
transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik
investasi.
Dan saat ini akses masyarakat Kalimantan
terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih
sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
5. Teori dan analisis Pembangunan ekonomi daerah
Ada
sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat
pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum di gunakan adalah teori
basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik industri.
1. Teori pembangunan ekonomi daerah
a. Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori lokasi
Teori lokasi juga
sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu
dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional
pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan
biaya serendah mungkin oleh karena itu , pengusaha akan memilih lokasi usaha
yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau
produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
c. Teori daya tarik industry
Dalam upaya
pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis
industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah
masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.
2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di
atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative
ekonomi suatu daerah; salah satu di antaranya adalah metode analisis
shift-share (SS), location questitens, angka pengganda pendapatan , analisis
input output (i-o) ,dan model perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian
penjelasan dari model analisis dalam pembagunaan daerah.
a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis
ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan
membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).
b. Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur
konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara
membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan
dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.
c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum
digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu
kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah
tersebut.
d. Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan
salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian
suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami
kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.
KADIN IS EXPECTED TO INCREASE THE REGIONALO ECONOMY
Deputy Mayor of Bekasi, Syaikhu
Ahmad said, synergy between the Chamber of Commerce and Industry (Kadin) Kota
Bekasi and Bekasi City Government is expected to push the pace of the regional
economy up.
"The
government only provides the trigger or accelerated development stimulus.
Development of gross domestic product (GDP) of Bekasi City is only 5.8 percent
from the Regional Revenues and Expenditures Budget (APDB), the rest of it is
done by private sectors and businesses," said Syaikhu in the City Council
(Muskot) Kadin Kota Bekasi ke- IV in Hotel Horison Bekasi, Tuesday (29/3).
Seeing these
conditions, Syaikhu said, the existence of the Chamber of Commerce and Industry
in Bekasi has a big role. He confirmed, according to all the observers, maximum
efforts which could be made to encourage GDP by the municipal government is
only about 5.8 percent.
The rest of
it, Syaikhu said, the efforts to boost economic growth in the business world is
played. Here, Kadin was instrumental to perform multi-player effect or
multiplier effect of economic activity. By optimizing the role of the business
world, is expected to occur leaps in the economy in Bekasi.
Syaikhu
added, the synergy between the Chamber of Commerce and Industry with the
municipal government will have a positive impact to encourage optimization of
economic improvement and investment areas. Kadin Muskot agrees with the Bekasi
government plans in 2017 which will get into the year of investment and the
regional economy.
Vice
Chairman of the Chamber of Commerce and Industry of West Java Province
Organization field, Rudi Rakian, said Chamber of Commerce and Industry has
always supported the synergy between local government and the Chamber of
Commerce and Industry. "The role of the Chamber of Commerce and Industry
is required to always develop local entrepreneurs in order to be able to go
national and international," said Rudi.
Analysis:
Obviously, we are really
excited and happy to know this news. We as Bekasi residents MUST get into this
project. We have to participate because this is about our city and it has
impact to our country Indonesia. And as youth, we kindly support Kadin by doing
thing we can to help Kadin. After all, we hope Kadin can incresase our regional
economy.
Resource:
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/03/31/o4v5do282-kadin-diharap-dongkrak-perekonomian-daerah (March 31st 2016)
BalasHapusbagus sekali,trimakasih infonya ,sukses selalu.