Laman

Life is a game with obstacles encountered and when there is a chance, we have to seize it.

Senin, 13 Maret 2017

Penulisan Pribadi 4




Tugas Softskill Penulisan Pribadi No 4
Nama           : Lisa Oktaviani
NPM            : 23215848
Kelas           : 2EB20


Enjoy The Silence
Selamat pagi anak-anak.laki-laki tua yang dibalut kemeja kotak-kotak itu menyapa kami yang tampak bodoh dengan seragam putih abu-abu.Senyum sumringah terliahat begitu menawan didepan papan tulis putih bisu.”Kalian tahu kan? Hari ini kita kedatangan Mentri Pendidikan?”dia bertanya,masih dengan semringahnya.
Kami tidak menjawab,hanya mengangguk.Hari itu,hanya kelas kami yang dibedakan.Bagaimana tidak ? Hari itu hari rabu dan kami seharusnya mengenakan pakaian batik bukanya seragam putuh abu-abu yang baru ku cuci kemarin.Kami juga dibedakan karena kami yang paling pintar.Pemikiran yang paling menyesatkan.”Bapak harap kalian bisa memberikan kesan yang menyenangkan untuk menerima tamu kita nanti.Bila ada pertanyaan,kalian bisa mengajukan pada beliau”.Laki-laki itu menutup pembicaraan dengan senyumanya yang menawan.
Ruang depan kelas itu kosong.Kehidupan mulai merayap.Keadaan ini juga merupakan bagian dari skenario.Kami dituntut untuk tidak mengeluarkan suara bila tidak ada keperluan.Dan sekali lagi kami tampak sangat bodoh dengan wajah tegang yang dicampur dengan kepolosan palsu.
Semua mata terarah padanya.Sepatunya yang mengkilap menginjak lantai keramik kelas kami dengan bunyi yang berirama.Baju yang ia kenakan terbuat dari kain katun yang berkualitas yang disemprot dengan lima jenis parfum.Kami semakin tegang.Tatapanya ramah ketika ia mengedarkan pandanganya keseluruh sudut kelas.Sudut biburnya agak sedikit terangkat ketika tatapan matanya menangkap sosok winda.Dan kulihat winda semakin tegang ketika tatapan itu bertahan lama.”Selamat pagi,wahai generasi muda indonesia”.Dia menyapa kami dengan senyuman hangat seorang ayah.Aku terbuai,jujur.”Apa kabar anak-anakku?”pandanganya sengaja ia tajamkan.Kami diam.Tidak ada yang menjawab dan keheningan itu menggantung selama lima menit.Hingga akhirnya winda bersuara pelan.”Kami baik-baik saja” Katanya kak.Sebenarnya itu bukan jawaban yang tepat karena tidak sesuai dengan isi skenario.Harusnya kami menjawab dengan senyuman yang lebar dan mengatkan bahwa kami sangat baik hari itu.Sepertinya kami menyadari bahwa bagian itu akan membuat kami lebih konyol lagi.”Wah itu adalah jawaban yang sangat menyenangkan.Siapa namamu? “winda” Jawaban singkat juga tidak pernah ada dalam skenario hari itu.Aku hanya diam memandangi percakapan mereka yang tampak kaku.Laki-laki paruh baya yang tengah duduk santai didepan kami begitu gembirannya melihat kami menjalani skenario menyedihkan ini.
Sekolah itu menyedihkan.Kami terus dipaksa untuk belajar dan belajar.Kadang kelas kami dijadikan bahan olok-olokan bagi mereka yang merasa dikucilkan oleh guru-guru.Kami pintar bukan berarti kami harus dibandingkan dengan mereka yang ‘kurang’.Bahkan kami punya kantin tersendiri dan makanan yang tersedia,di kantin khusus itu sangatlah tidak menyenangkan.Kami ingin bebas dan mereka memberikan kebebasan itu.Namun bebas dalam persepsi guru-guru sangatlah berbeda dengan bebas dalam kutipan kami.
Kami diharuskan pulang dua jam lebih lama dari biasanya.Dan dua jam ekstra itu kami isi dengan les tambahan walaupun nilai kami bagus.Kebebasan itu mulai mengetat ketika kami naik tingkat ,kelas XII.Bahkan setiap hari minggu kami diwajibkan untuk tetap bersekolah.Hanya satu tujun para guru,agar kami bisa saat ujian nasional nanti.
Haruskah ujian nasional diadakan dinegara indonesia?itu pertanyaan yang selalu ku jadikann alasan untuk tetap diam saat guru-guru itu memperbudak kami.”anak-anakku sayang,jikalau kalian punya pertannyaan silahkan.Bapak akan menjawabnya sebisa bapak.Jangan sungkan-sungkan.”Dia mulai membuka sesi pertanyaan.Dan sesi inilah yang kami tunggu-tunggu,namun aku lebh memilih diam.”Pak,apakah ada kemajuan dalam mutu pendidikan di indonesia?”Iren bertanya.Itu bukan bagian dari skenario.Para guru yang tengah berdiri rapih dengan seketika menahan nafas mereka.Ini akan jadi masalah besar,aku memilih untuk diam.
Kikuk,itu reaksi pertama yang Mentri Pendidikan lakukan.”Tentu saja anakku.Kami para pemerintah tengah berusaha semaksimal mingkin untuk menyamakan mutu pendidikan indonesia dengan mutu pendidikan Australian dan jerman.Jadi kalian harus belajar lebih giat lagi dan membantu pemerintah untuk menaikan mutu pendidikan indonesia”.Para guru mendesah lega,setidaknya posisi kami masih dalam zona aman.”Kalau begitu,kenapa Ujian Nasional masih ada?”kali ini pertanyaan besar itu dilontarkan oleh winda.Aku diam dan fokus.Ini bagian terpenting dari rangkaian skenario konyol yang guru-guru sediakan.”Ujian Nasional berfungsi untuk menyaring anak-anak yang berbakat dan berprestasi.Ujian Nasional juga berguna untuk penyemangat bagi tiap-tiap daerah.”Laki-laki paruh baya itu tersenyum.”Bukan kita ingin menyamakann kedudukan pendidikan dengan Australia?”winda masih kukuh.
“Australia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional,tapi mereka bisa melahirkan orang-orang penting.Kenapa kita tidak?” Winda berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tenang.
Para guru mulai meremas ujung kemeja masing-masing.Bahkan ada yang mengelap keringat.Ya,udara mulai memanas.Mentri Pendidikan tersungkur kaget diatas kursinya yang empuk.SKAK MAT !!! “Winda sayang ,menyamakan bukan berarti menjiplak kan?”Itu jawaban terbodoh yang pernah aku dengar dari seorang tokoh masyarakat,namun aku tetap diam.”Kalau menjiplak untuk mutu masa depan para generasi,kenapa tidak?Sedangkan sekarang banyak yang menjiplak hanya untuk kesenangan belaka.”Ucap winda dengan tatapan tajam.


 By Lisa Oktaviani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar