Tugas Softskill Penulisan Pribadi No 4
Nama :
Lisa Oktaviani
NPM :
23215848
Kelas :
2EB20
Enjoy
The Silence
Selamat
pagi anak-anak.laki-laki tua yang dibalut kemeja kotak-kotak itu menyapa kami yang
tampak bodoh dengan seragam putih abu-abu.Senyum sumringah terliahat begitu
menawan didepan papan tulis putih bisu.”Kalian tahu kan? Hari ini kita
kedatangan Mentri Pendidikan?”dia bertanya,masih dengan semringahnya.
Kami
tidak menjawab,hanya mengangguk.Hari itu,hanya kelas kami yang
dibedakan.Bagaimana tidak ? Hari itu hari rabu dan kami seharusnya mengenakan
pakaian batik bukanya seragam putuh abu-abu yang baru ku cuci kemarin.Kami juga
dibedakan karena kami yang paling pintar.Pemikiran yang paling
menyesatkan.”Bapak harap kalian bisa memberikan kesan yang menyenangkan untuk
menerima tamu kita nanti.Bila ada pertanyaan,kalian bisa mengajukan pada beliau”.Laki-laki
itu menutup pembicaraan dengan senyumanya yang menawan.
Ruang
depan kelas itu kosong.Kehidupan mulai merayap.Keadaan ini juga merupakan
bagian dari skenario.Kami dituntut untuk tidak mengeluarkan suara bila tidak
ada keperluan.Dan sekali lagi kami tampak sangat bodoh dengan wajah tegang yang
dicampur dengan kepolosan palsu.
Semua
mata terarah padanya.Sepatunya yang mengkilap menginjak lantai keramik kelas
kami dengan bunyi yang berirama.Baju yang ia kenakan terbuat dari kain katun yang
berkualitas yang disemprot dengan lima jenis parfum.Kami semakin
tegang.Tatapanya ramah ketika ia mengedarkan pandanganya keseluruh sudut
kelas.Sudut biburnya agak sedikit terangkat ketika tatapan matanya menangkap
sosok winda.Dan kulihat winda semakin tegang ketika tatapan itu bertahan
lama.”Selamat pagi,wahai generasi muda indonesia”.Dia menyapa kami dengan
senyuman hangat seorang ayah.Aku terbuai,jujur.”Apa kabar
anak-anakku?”pandanganya sengaja ia tajamkan.Kami diam.Tidak ada yang menjawab
dan keheningan itu menggantung selama lima menit.Hingga akhirnya winda bersuara
pelan.”Kami baik-baik saja” Katanya kak.Sebenarnya itu bukan jawaban yang tepat
karena tidak sesuai dengan isi skenario.Harusnya kami menjawab dengan senyuman yang
lebar dan mengatkan bahwa kami sangat baik hari itu.Sepertinya kami menyadari
bahwa bagian itu akan membuat kami lebih konyol lagi.”Wah itu adalah jawaban yang
sangat menyenangkan.Siapa namamu? “winda” Jawaban singkat juga tidak pernah ada
dalam skenario hari itu.Aku hanya diam memandangi percakapan mereka yang tampak
kaku.Laki-laki paruh baya yang tengah duduk santai didepan kami begitu
gembirannya melihat kami menjalani skenario menyedihkan ini.
Sekolah
itu menyedihkan.Kami terus dipaksa untuk belajar dan belajar.Kadang kelas kami
dijadikan bahan olok-olokan bagi mereka yang merasa dikucilkan oleh
guru-guru.Kami pintar bukan berarti kami harus dibandingkan dengan mereka yang
‘kurang’.Bahkan kami punya kantin tersendiri dan makanan yang tersedia,di
kantin khusus itu sangatlah tidak menyenangkan.Kami ingin bebas dan mereka
memberikan kebebasan itu.Namun bebas dalam persepsi guru-guru sangatlah berbeda
dengan bebas dalam kutipan kami.
Kami
diharuskan pulang dua jam lebih lama dari biasanya.Dan dua jam ekstra itu kami
isi dengan les tambahan walaupun nilai kami bagus.Kebebasan itu mulai mengetat
ketika kami naik tingkat ,kelas XII.Bahkan setiap hari minggu kami diwajibkan
untuk tetap bersekolah.Hanya satu tujun para guru,agar kami bisa saat ujian
nasional nanti.
Haruskah
ujian nasional diadakan dinegara indonesia?itu pertanyaan yang selalu ku
jadikann alasan untuk tetap diam saat guru-guru itu memperbudak
kami.”anak-anakku sayang,jikalau kalian punya pertannyaan silahkan.Bapak akan
menjawabnya sebisa bapak.Jangan sungkan-sungkan.”Dia mulai membuka sesi
pertanyaan.Dan sesi inilah yang kami tunggu-tunggu,namun aku lebh memilih
diam.”Pak,apakah ada kemajuan dalam mutu pendidikan di indonesia?”Iren
bertanya.Itu bukan bagian dari skenario.Para guru yang tengah berdiri rapih
dengan seketika menahan nafas mereka.Ini akan jadi masalah besar,aku memilih
untuk diam.
Kikuk,itu
reaksi pertama yang Mentri Pendidikan lakukan.”Tentu saja anakku.Kami para
pemerintah tengah berusaha semaksimal mingkin untuk menyamakan mutu pendidikan
indonesia dengan mutu pendidikan Australian dan jerman.Jadi kalian harus
belajar lebih giat lagi dan membantu pemerintah untuk menaikan mutu pendidikan
indonesia”.Para guru mendesah lega,setidaknya posisi kami masih dalam zona
aman.”Kalau begitu,kenapa Ujian Nasional masih ada?”kali ini pertanyaan besar
itu dilontarkan oleh winda.Aku diam dan fokus.Ini bagian terpenting dari
rangkaian skenario konyol yang guru-guru sediakan.”Ujian Nasional berfungsi
untuk menyaring anak-anak yang berbakat dan berprestasi.Ujian Nasional juga
berguna untuk penyemangat bagi tiap-tiap daerah.”Laki-laki paruh baya itu
tersenyum.”Bukan kita ingin menyamakann kedudukan pendidikan dengan
Australia?”winda masih kukuh.
“Australia
tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional,tapi mereka bisa melahirkan orang-orang
penting.Kenapa kita tidak?” Winda berusaha sebisa mungkin untuk terlihat
tenang.
Para
guru mulai meremas ujung kemeja masing-masing.Bahkan ada yang mengelap
keringat.Ya,udara mulai memanas.Mentri Pendidikan tersungkur kaget diatas
kursinya yang empuk.SKAK MAT !!! “Winda sayang ,menyamakan bukan berarti
menjiplak kan?”Itu jawaban terbodoh yang pernah aku dengar dari seorang tokoh
masyarakat,namun aku tetap diam.”Kalau menjiplak untuk mutu masa depan para
generasi,kenapa tidak?Sedangkan sekarang banyak yang menjiplak hanya untuk
kesenangan belaka.”Ucap winda dengan tatapan tajam.
By Lisa Oktaviani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar